Sabtu, 16 Januari 2010

Kekalahan

Setiap orang pasti pernah mengalami kekalahan dalam hidupnya. Entah kalah dalam suatu kompetisi, kalah dalam bersaing, atau bahkan kalah dalam meraih cita-cita pribadi. Keadaan kalah bagaikan suatu posisi terendah dan terasa pahit.

Sebagai contoh ada seorang gadis yang sangat menggeluti dunia tarik suara, menyanyi adalah dunianya, hobinya, dan bakatnya. Suatu ketika ia mengikuti lomba vokal. Ia sangat berharap dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti kompetisi tersebut. Namun hasil akhirnya tidak seperti yang ia harapkan, ia tidak berhasil memenangkan lomba tersebut. Atau ada seorang pemuda yang berambisi meraih prestasi cemerlang dalam kampusnya, ia bercita-cita untuk dapat lulus cum laude untuk membahagiakan kedua orang tuanya. Namun, setelah ia perjuangkan, ternyata hasil akhirnya hanya kurang sedikit dari indeks yang ditentukan. Atau kekalahan dalam seleksi murid teladan, kekalahan dalam seleksi penerimaan kerja, dan lain-lain. Dalam keadaan seperti itu, kadang orang merasa kecewa, marah pada diri sendiri, sedih, dan putus asa.
Mungkin Anda pernah mengalami keadaan kalah seperti itu? Saat itu dunia seakan membelakangi Anda. Berhari-hari mungkin Anda malas keluar rumah, malu bertemu dengan teman-teman, bahkan malas untuk mengerjakan sesuatu. Mengapa hal itu Anda lakukan? Karena Anda merasa marah dan protes pada keadaan. Merasa dunia tidak adil pada Anda.

Tapi adakah Anda sadari? Sementara keadaan yang Anda protes itu ternyata tak menggubris rajukan Anda. Matahari tetap muncul dan tenggelam seperti biasa. Hanya karena Anda sedang sedih dan merana, matahari toh tidak otomatis mengucapkan belasungkawa, lalu dengan perhatiannya ia mau sejenak terbit terbalik muncul dari barat dan tenggelam di timur. Ketika ini benar-benar terjadi mungkin Anda merasa gembira dan seakan ditemani.

Atau jika seluruh penduduk dunia kaget ada kejadian tersebut menimpa Anda, mereka pasti bertanya-tanya, ada apa ini? ‘’Ooo ternyata si pemuda X yang sedang kuliah di univeritas Z sedang murung karena gagal meraih gelar cum laude saat kelulusannya hanya gara-gara kurang sedikit angka.” Betapa senang kalau hal itu benar-benar terjadi. Seolah perhatian dunia tertuju pada Anda. Tapi nyatanya tidak. Tak peduli apakah Anda tidak keluar berhari-hari atau keluar rumah dengan mata bengkak karena kekalahan yang menyakitkan itu, ayam tetap berkokok seperti biasa, ibu-ibu penjual sayur tetap menyiapkan dagangannya seperti biasa, dan petani tetap saja pergi ke sawah untuk bekerja. Mereka sama sekali tidak pernah tahu kekalahan Anda. Dan mereka tidak ambil pusing dengan apa yang Anda alami.
Pendek kata, sebetulnya tidak ada yang peduli dengan urusan kita, termasuk masalah kekalahan, kemarahan, kejengkelan, kedengkian kita, kecuali diri kita sendiri. Kita terlalu serius pada urusan diri sendiri sementara orang lain juga pasti terlalu sibuk dengan urusan mereka. Begitulah memang manusia, ia hanya fokus pada masalah yang dihadapinya saja, kadang melupakan apa yang ada di sekelilingnya. Maka jika kita menyangka bahwa orang lain sibuk mengurus urusan kita termasuk kekalahan kita, itu adalah sebuah kekeliruan. Tetapi keliru dalam berprasangka itulah yang diteruskan hingga hari ini.

Misalkan lagi, jika seorang caleg suatu partai gagal meraih suara, sementara segala tenaga dan materi telah ia kerahkan, kekalahan yang terjadi memang pahit, langit memang terasa runtuh. Tetapi, perlu ditinjau kembali, sebenarnya langit siapakah yang runtuh? Langit yang runtuh itu hanyalah langit si kalah tadi. Tentunya langit yang asli masih baik-baik saja. Si caleg ini merasa orang di seluruh dunia tengah menyorakinya dan mengejek kegagalannya. Padahal tidak, jangankan untuk menyoraki, tahu nama caleg tersebut saja warga dunia ini tak punya waktu. Tapi karena dalam pikiran si kalah tadi ia menyangka semua orang tengah gembira melihat si kalah itu kecewa dan malu, maka tergeraklah pikiran negatif orang yang merasa kalah tersebut untuk menyalahkan keadaan. Ia kemudian menyalahkan daftar pemilih yang bermasalah, menyalahkan KPU yang dianggapnya bekerja tidak becus, mengobrak-abrik Kantor KPU sampai hendak memboikot hasil pemilu yang menurutnya salah.

Padahal sesungguhnya yang sebenarnya menyoraki kekalahan itu tidak ada. Kalau pun ada jumlahnya paling sedikit saja. Penyorak terbesar pasti diri kita sendiri. Yang membuat diri ini menjadi sangat DOWN adalah diri kita sendiri. Yang mengejek diri ini tidak berharga hanya dengan kekalahan kecil ini adalah diri kita sendiri. Untuk itu, kenapa kita butuh menyalahkan dunia seisinya untuk sakit hati atas kekalahan ini.

Pernahkah terlintas dalam benak Anda yang pernah merasa kalah bahwa kekalahan ini bukan bersumber dari orang lain? Ketika mengalami kekalahan kebanyakan orang tidak mau mengakui kemenangan lawan, untuk menghargai keputusan dewan juri, apalagi mengoreksi diri sendiri. Ketika dalam posisi kalah itu yang muncul adalah tudingan yang seluruhnya mengarah ke pihak lain. Apakah itu berupa pikiran bahwa: juri itu pasti kena suap, si pemenang pasti cuma beruntung, sistem penilaiannya yang tidak becus, atau keadaan yang tidak adil.

Pernahkah terpikir oleh Anda bahwa kekalahan yang terjadi itu karena mutu vokal Anda yang belum baik atau lagu yang Anda bawakan itu buruk? Atau karena belajar Anda kurang giat? Atau karena Anda memang belum memiliki pribadi yang baik sebagai caleg untuk pantas dipilih oleh rakyat? Mungkin Anda sendiri tidak tega untuk menyalahkan diri Anda sendiri. Jika Anda sudah mengoreksi kesalahan Anda sendiri dalam kekalahan maupun kegagalan yang terjadi, kejadian kecewa yang berlebihan tentu tidak akan terjadi. Bangkitlah! Kekalahan hanya sebagian kecil dari jutaan masalah di dunia ini. Ingat, bukan Anda saja yang memiliki masalah. Jika kita melihat ke bawah, banyak sekali orang yang memiliki kesusahan dalam hidup, bukan hanya masalah kecil kekalahan. Syukuri apa yang Anda miliki, bangkitlah dari kegagalan, dan Anda akan hidup bahagia.
Monika Pury Oktora

Tidak ada komentar: